Pendidik yang Tidak Profesional merupakan Bentuk Kekerasan dalam Pendidikan


Dunia pendidikan tentunya tidak pernah terlepas dari permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Permasalahan tersebut sering kali muncul, tanpa disadari sudah terjadi disekeliling kita, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu bentuk permasalahan pendidikan yang perlu diprioritaskan penanggulangannya yaitu masalah kekerasan dalam pendidikan. Kekerasan dalam pendidikan dapat terjadi baik dari kalangan peserta didik itu sendiri maupun antara pendidik dengan peserta didik. Tawuran antar pelajar merupakan salah satu bentuk kekerasan antar peserta didik. Sedangkan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik terhadap peserta didik dapat muncul akibat ketidakharmonisan diantara keduanya, yang pada akhirnya akan memicu suatu tindakan kekerasan oleh pendidik terhadap peserta didiknya. 


Masalah diatas merupakan salah satu masalah yang sering tampak jelas dan dapat langsung kita menanggapinya bahwa itu adalah bentuk kekerasan. Namun perlu diketahui, pendidik yang tidak profesional merupakan bentuk kekerasan secara tidak langsung. Mengapa demikian? Jika seorang pendidik tidak bisa menempatkan dirinya layaknya seorang pendidik atau melakukan hal-hal di luar kewajaran sebagaimana ia ditugaskan menjadi seorang pendidik yang baik maka ia dapat dikatakan telah melakukan tindakan kekerasan. Seorang pendidik yang menelantarkan peserta didiknya dan pendidik yang bersikap acuh tak acuh terhadap kepentingan peserta didiknya merupakan contoh kasus kekerasan dalam pendidikan. Secara kasat mata, hal itu tidak dapat dikatakan sebagai bentuk kekerasan karena tidak adanya unsur berupa tindakan yang dapat merugikan suatu pihak. Tetapi jika bentuk kekerasan tersebut dibiarkan begitu saja, justru akan merugikan dan mempengaruhi sikap dan pola pikir peserta didik.

Berbicara mengenai kekerasan, tentu dalam pikiran kita terbayang suatu hal yang berhubungan dengan fisik, paksaan, pukulan dan sebagainya. Jika kita membuka kamus bahasa Indonesia dan mencari kata kekerasan, kekerasan berarti perihal (yg bersifat, berciri) keras; perbuatan seseorang atau kelompok orang yg menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain; paksaan.[1] Masalah kekerasan kerap menjadi penyakit yang mengidap pada tubuh pendidikan. Masalah kekerasan yang terjadi tidak hanya masalah yang benar-benar tampak dan dapat langsung diidentifikasi penyebabnya, tetapi terdapat masalah yang cenderung tersembunyi sehingga kita tidak mengetahuinya. Masalah kekerasan yang dimaksud yaitu mengenai tenaga pendidik yang tidak profesional. Tenaga pendidik merupakan unsur yang sangat berpengaruh sebagai tenaga penggerak dalam menjalankan roda pendidikan. Unsur yang penting itu terkadang dapat mengalami permasalahan-permasalahan yang justru akan menghambat tercapainya tujuan pendidikan. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan umum pendidikan adalah untuk membentuk insan atau manusia yang sempurna, sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan akhir pendidikan  ialah agar anak sebagai manusia (individu) dan sebagai anggota masyarakat (manusia sosial), dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya.1)

Pelaksanaan kegiatan belajar adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam kegiatan belajar formal, ada dua subjek yang berinteraksi, yaitu pendidik dan peserta didik. Interaksi yang terjadi dapat berupa interaksi positif dan interaksi negatif. Berlangsungnya interaksi, baik positif ataupun negatif, tergantung dari seberapa besar tingkat kepedulian antara pendidik dan peserta didik atau salah satu diantaranya. Seorang pendidik dengan peserta didik dapat menciptakan lingkungan yang kondusif selama kegiatan belajar berlangsung, atau paling tidak pendidik berusaha untuk menjadikan suasana kegiatan belajar menjadi menarik dan menyenangkan sehingga otomatis akan menarik perhatian peserta didik untuk belajar serta memaksimalkan hasil belajar. Dalam hal ini, terjadi interaksi yang mengarah pada intraksi positif. Beda halnya dengan pendidik yang bersikap acuh tak acuh terhadap peserta didiknya atau mungkin sebaliknya sehingga akan menimbulkan kekacauan saat kegiatan belajar. Hal ini mengarah pada interaksi negatif yang akan menjadi bibit tindakan kekerasan dalam pendidikan.


Setiap individu pasti mempunyai hak dan kewajiban, baik dilihat dari sudut pandang agama maupun interaksi yang terjadi di lingkungan. Setiap pekerjaan yang digeluti, pasti mempunyai tugas atau kewajiban serta dituntut untuk merealisasikannya. Berkenaan dengan tugas pendidik, minimal ada tiga tugas pokok pendidik dalam pendidikan yaitu :

1.      Mengajar

Mengajar berarti menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Menjadikan peserta didik dari tidak tahu menjadi mengetahui tentang berbagai disiplin ilmu sesuai mata pelajaran masing-masing. Fokus utamanya adalah aspek kognitif(intelektual). Tugas mengajar dapat dilaksanakan dengan berbagai metode  dan cara serta media pembelajaran yang sesuai.

2.      Mendidik

Tugas pendidik boleh dibilang cukup berat. Mendidik berkaitan dengan sikap dan tingkah laku(afektif). Mendidik berarti mengubah sikap dan tingkah laku peserta didik kearah yang lebih baik. Pameo “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari” akan benar-benar manjadi realita bila pendidik memahami tugas yang satu ini.

3.      Melatih

Tugas pendidik, melatih bertujuan agar peserta didik memiliki sejumlah keterampilan dan kecakapan yang memadai sesuai dengan mata pelajarannya. Pada sekolah umum, maka keterampilan dan kecakapan yang dimaksud adalah keterampilan dan kecakapan dasar. Berbeda dengan sekolah kejuruan yang memberikan keterampilan dan kecakapan lanjutan.[2]
 

Pada saat sekarang, karakter pendidik yang berkualitas sangat jarang ditemukan. Terdapat berbagai masalah yang timbul seputar pendidik sebagai unsur utama pendidikan. Antara dosen dan mahasiswa di perguruan tinggi misalnya. Setiap dosen yang mengajar pasti mempunyai ciri khas atau karakteristik tersendiri. Ciri khas itu diwujudkan dalam metode yang disampaikan atau alat pendidikan mereka yang digunakan. Membahas mengenai kekerasan dalam pendidikan, kita akan menyinggung sedikit mengenai “penyakit-penyakit dosen”. Penyakit-penyakit dosen disini bukanlah merupakan sebuah penyakit yang sebenarnya, tetapi dapat dilihat dari segala tindakan dosen yang tidak sesuai dengan keadaan yang seharusnya. Penyakit-penyakit dosen ini sering menyulitkan dan membingungkan mahasiswa. Ada beberapa kasus yang sering dialami oleh mahasiswa terkait dengan penyakit-penyakit dosen yang dimaksud.


Kasus pertama yang sering dialami oleh mahasiswa yaitu dosen yang “menelantarkan mahasiswa”. Sengaja atau tidak, seorang dosen seenaknya tidak masuk alias absen saat jam kuliah. Jika memang ia didapati tengah sibuk mengurusi sesuatu hal yang penting, maka hal itu dapat di tolerir. Namun, masalah akan muncul jika sorang dosen berlarut-larut dalam alasan tersebut. Dosen akan memanfaatkan kesibukannya sebagai alasan jitu dalam menjawab dan menangkis pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh mahasiswanya. Solusi yang akan diputuskan dosen jika berhalangan hadir adalah mengandalkan daftar hadir. Daftar hadir akan diisi oleh mahasiswa tanpa sepengetahuan dosen yang bersangkutan sehingga akan memunculkan kesempatan untuk membuat absen bajakan oleh para mahasiswa yang tidak sportif jika ada salah satu dari teman mereka yang tidak hadir. Hal ini akan berakibat pada mengakarnya sikap ketidakjujuran dalam diri mahasiswa, menjadikan mahasiswanya malas serta berdampak pada kurangnya pemenuhan kebutuhan ilmu pengetahuan. Kasus lain yang sering terjadi ialah dosen yang bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli terhadap kepentingan mahasiswanya. Ada juga dosen yang kesehariannya  datang, duduk, mengambil  absen, dan pulang begitu saja. Ia menyampaikan materi kuliah tidak mempedomani secara menyeluruh silabus yang diberikan. Terkadang ia tidak pernah menyinggung materi kuliah itu. Dan mengenai masalah nilai, ia tidak menunjukan perhatiannya pada usaha mahasiswanya dalam membuat tugas kuliah. Ilmu  pengetahuan yang didapat pun kurang dan tidak maksimal sehingga yang menjadi korban tentunya mahasiswa sendiri. Memang sebagai mahasiswa, kita dituntut untuk aktif dan belajar mandiri di bangku perkuliahan. Namun sebagai makhluk sosial kita pasti membutuhkan orang lain. Mahasiswa memerlukan bimbingan dan arahan dosen jika ada materi kuliah yang terbentur atau kurang dimengerti oleh mahasiswa. Dari kasus-kasus yang terjadi diatas, pendidik yang tidak mampu menjadi seorang pendidik yang baik dapat dikategorikan sebagai bentuk kekerasan dalam pendidikan. Namun pada zaman sekarang, pendidik terlalu cepat mengambil kesimpulan bahwasanya ia hanyalah manusia yang menjalankan profesi sebagai tenaga pendidik sebatas untuk mengharapkan gaji dan biaya tunjangan semata. Satu hal lagi yang perlu digaris bawahi, tidak semua pendidik itu akan berbuat hal-hal yang tidak sesuai dengan ciri-ciri pendidik yang baik. Ada juga ditemukan pendidik-pendidik yang mengutamakan profesionalitas dalam mengajar, mendidik, dan melatih peserta didiknya.


Kekerasan dalam pendidikan menjadi masalah yang pelik yang perlu diperhatikan gejalanya serta bagaimana upaya penanggulangannya. Pendidik dan peserta didik menjadi pemeran utama dalam operet “pendidikan dan kekerasan”. Kekerasan dalam pendidikan tidak hanya berwujud tindakan secara fisik yang dapat menyakiti suatu pihak. Namun, terdapat bentuk kekerasan yang selama ini kita tidak pernah menyadarinya. Seorang pendidik yang tidak melaksanakan tugas pokoknya dalam pendidikan tergolong suatu bentuk kekerasan. Kinerja pendidik yang tidak efektif dalam menjalani tugasnya akan menjadi sebuah masalah yang akan berdampak terhadap mutu dan kualitas pendidikan. Rendahnya mutu dan kualitas pendidikan disebabkan oleh rendahnya kualitas tenaga pendidiknya. 


Oleh karena itu, kepada tenaga pendidik diharapkan dapat mengetahui betul hakikat seorang pendidik, yang mana ia harus menyampaikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki dengan tulus, ikhlas dan penuh kasih sayang kepada anak didiknya. Tenaga pendidik akan dihadapkan pada manusia-manusia yang nantinya akan menjadikan manusia itu dari sesuatu atau hal yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa, dan dari yang tidak mau menjadi mau yang diterapkan dalam tiga pokok tugas pendidik yaitu mengajar, mendidik dan melatih. Jadilah seorang pendidik yang berkualitas dan profesional dalam  memberikan ilmu pengetahuan, membentuk kepribadian yang baik serta memberikan keterampilan kepada peserta didiknya sehingga dapat nantinya akan menjadikan bangsa Indonesia ini sebagai bangsa yang cerdas, berkarakter Pancasila serta mampu bersaing di segala bidang dalam kancah internasional.









[1] Kamus Bahasa Indonesia Online, http://kamusbahasaindonesia.org/

1)       Unsur-Unsur Uendidikan, http://rikiputrafisika.blogspot.com/2012/05/resume-pengantar-pendidikan-pp-unsur.html

[2]  Tugas Pokok Guru dalam Pendiddikan, http://swardik.blogspot.com/2012/07/3-tugas-pokok-guru-dalam-pendididkan.html


No comments

No comments :

Post a Comment